Membangun Gereja yang Beriman kepada Kristus dan Tekun Bekerjasama Menjadi Pelayan Bagi Segenap Ciptaan-Nya
Oleh : Pdt. Evangeline Pua
Tanggal Posting : 08 November 2013
“...aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar dan orang lain membangun terus di atasnya. Tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia sendiri harus membangun di atasnya. Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain daripada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus.”
(1 Kor 3:10-11)
Dilembagakannya Bakal Jemaat GKI Kemang Pratama menjadi jemaat dewasa pada tanggal 26 September 2005 bukanlah suatu tanda bahwa kedewasaan itu telah terjadi secara fisik dan spiritual. Justru ini saatnya pembangunan jemaat semakin digiatkan. Panitia Pembangunan Tempat Ibadah turut mengupayakan pembangunan gereja secara fisik apalagi melihat pertambahan jumlah pengunjung kebaktian umum dan kebaktian anak pada tiap hari Minggu. Majelis Jemaat juga terus berkoordinasi dengan Badan Pelayanan Jemaat untuk turut memelihara dan meningkatkan spiritualitas jemaat.
Proses pembangunan ini tidaklah mudah. Setiap individu mesti arif menimbang agar perhatian dan kepentingan terhadap pekerjaan pribadi, keluarga, maupun masyarakat tidak terbengkalai demi aktivitas di gereja. Semangat bergereja sepatutnya diwujudkan dalam tiap aspek kehidupan-pribadi, keluarga dan di tengah masyarakat.
Gereja mula-mula menghadapi situasi yang tidak jauh berbeda. Peristiwa Kenaikan Tuhan Yesus ke sorga menandakan awal kemandirian mereka untuk terus menyampaikan kabar baik ke seluruh dunia. Mereka mesti membangun diri. Mereka perlu memperlengkapi diri untuk siap bersaksi tetapi ternyata mereka juga punya persoalan. Jemaat Korintus, misalnya terlihat sebagai “penggemar” Injil. Mereka begitu semangat untuk mendengarkan firman Tuhan melalui pengajaran para rasul tetapi mereka mulai berselisih tentang rasul-rasul yang mengajar mereka (bnd. 1 Kor 1:12,13). Jemaat Korintus juga antusias dalam kegiatan sakramen dan karunia rohani tetapi mereka mulai mengunggulkan karunia-karunia yang ada. Seolah-olah karunia berbahasa roh lebih baik dibandingkan lainnya. Akibatnya, kehidupan untuk saling mengasihi itu terabaikan (bnd. 1 Kor 12 & 13). Melalui pengalaman jemaat Korintus, kita diingatkan oleh rasul Paulus untuk mendasari seluruh kehidupan dengan kasih Kristus. Dengan kasih, setiap orang mampu mengelola setiap karunianya untuk pembangunan jemaat. Kasih memampukan setiap orang melihat kelebihan dan kebaikan dalam diri sesamanya, seburuk apapun dia. Kasih bahkan mempersatukan dunia yang diciptakan-Nya.
Oleh sebab itu, biarlah kita pun sebagai gereja (jemaat GKI Kemang Pratama), kini dan di sini meneladani apa yang Kristus sudah teladankan dalam segenap kehidupan-Nya. Kristus setia mengorbankan Diri-Nya untuk membangun rekonsiliasi antara Allah-manusia, dan manusia dengan segenap ciptaan-Nya. “Membangun gereja yang beriman kepada Kristus dan tekun bekerjasama menjadi pelayan bagi segenap ciptaan-Nya” mengingatkan kita tentang 4 hal.
(1) lakukanlah pembangunan gereja yang bermegah bukan hanya karena status “dewasa” atau fisik yang luas dan mewah, melainkan juga dewasa dalam bersikap sebagai gereja.
(2) Kristus meneladankan semangat bekerja bersama bagi Tuhan, bukan sama-sama bekerja bagi Tuhan. Ini pun menuntut ketekunan serta kematangan dalam berpikir dan bertindak. Marilah kita saling memberi kesempatan bagi diri sendiri maupun orang lain untuk belajar mendewasakan diri dalam pelayanan. Gereja bukan milik orang-orang yang sudah siap melayani saja. (3) Kristus ingin agar kita hidup dalam semangat melayani-memberi diri, bukan pertama-tama menuntut dihargai atau diladeni.
(4) Kristus datang bagi dunia-segenap ciptaan-Nya. Ini berarti kesaksian kita mesti menyeluruh, termasuk hal memelihara dan menata lingkungan hidup di sekitar kita. Bersediakah kita, misalnya menjaga kebersihan gereja, atau bahkan di tempat umum sekalipun, seperti kita menjaga kebersihan di rumah sendiri?
(GKI KP. 190506.EP)