Ancaman Narkoba Terhadap Keluarga

Oleh : Rihat Hutagalung

Tanggal Posting : 30 August 2013

Ancaman narkoba saat ini menjadi masalah yang sangat serius di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sudah menjadi target pasar penjualan narkoba dunia karena faktor demografinya. Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), pada tahun 2008 prevalensi penyalahgunaan narkoba sebesar 1,99 % penduduk Indonesia, setara dengan 3,2 juta jiwa. Tahun 2010 meningkat menjadi 2,21 % atau sekitar 3,8 juta jiwa. Tahun 2015 diperkirakan mencapai 5-6 juta jiwa. Menurut Tom Saptaatmaja, seorang konsultan keluarga, dalam tulisannya berjudul “Narkoba dan Peran Keluarga”,  sekitar 63 % dari pengguna, memakai narkoba pada usia 15-24 tahun dengan korban meninggal sekitar 15.000 orang setiap tahun. Kondisi tersebut banyak terjadi pada keluarga yang karena faktor ekonomi menyebakan keluarga inti -ayah, ibu dan anak-, harus hidup terpisah. (Baca juga kisah Ronny Pattinasarany, Red.)

Kerugian Ekonomis Akibat Narkoba

Indonesia berada pada peringkat 10 negara dengan peringkat tertinggi sebagai ladang peredaran narkoba jenis ekstasi dan ganja. Nilai transaksi perdagangan dan obat-obat terlarang sebesar Rp 15 trilliyun tahun 2008. Tahun 2013 diperkirakan nilai transaksi meningkat menjadi Rp 28,6 trilliyun. Sementara itu, kerugian ekonomis akibat penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang, seperti pengobatan, rehabilitasi, penjara, overdosis, dan lain-lain menurut Prof. Dr. Firmanzah mencapai nilai Rp 17 triliun pada tahun 2008 dan diperkirakan pada tahun 2013 mencapai Rp 20 triliun.

Penyebab Kecanduan Narkoba

Menurut Tri Iswardani M.Si, Psikolog dan Prof. Dr. M. Enoch Markum, dari perspektif psikologi, ada beberapa model yang menjelaskan tentang penyebab seseorang menjadi pecandu narkoba. Salah satunya adalah Model Psikososial. Setiap anak sejak lahir telah termotivasi untuk menjaga hubungan yang intim dengan orang tuanya. Hal itu merupakan usaha yang dilakukan manusia untuk mencapai integrasi psikososial, yakni keadaan di mana seseorang tumbuh secara bersamaan sebagai individu dan anggota dari suatu masyarakat. Tercapainya integrasi psikososial merupakan hal esensial bagi setiap orang karena akan membuat hidupnya menjadi lebih bermakna dan bahagia. Ketika seseorang tidak berhasil mencapai integrasi psikososialnya, maka bisa dikatakan dia mengalami keterasingan dari hubungan sosialnya. Jadi, adiksi (kecanduan) merupakan pola hidup kompulsif yang diadopsi oleh seseorang sebagai pengganti dari keterasingan yang mereka rasakan dalam hubungan sosial mereka dengan teman, keluarga atau kelompok sosial.

Dampak Pemakaian Narkoba

Dari perspektif neuropsikologis, kecanduan narkoba adalah akibat terjadinya perubahan-perubahan dalam sistem imbalan (reward system) yang terletak dalam sistem limbik. Sistem limbik berfungsi untuk mengendalikan mood (suasana hati), motivasi, sikap, tidur/makan, keterikatan, pembauan dan libido. Gangguan pada sistem limbik akan menyebabkan depresi, miskin motivasi, poor attitude, gangguan tidur/makan, mengisolasi diri, kehilangan pembauan, rasa tidak nyaman dan kehilangan harapan.

Narkoba bekerja dengan cara mengaktivasi sistem imbalan di otak.  Pada awal pemakaiannya, akan timbul perasaaan atau suasana hati yang bersifat rekreasional. Aktivasi yang lebih intensif menimbulkan craving (hasrat yang berlebihan) untuk mendapatkan obat tersebut dan berupaya terus untuk bisa mengkonsumsinya lagi. Kemampuan adiktif obat-obat tersebut mengaktifkan mekanisme reinforcement dan secara kimiawi mempengaruhi fungsi normal sistem tersebut yang selanjutnya menimbulkan adiksi (kecanduan). Dengan proses adiksi, obat-obat tersebut akan merusak bahkan menghancurkan rambu-rambu rasional dan etis.

Kecanduan merupakan tekanan yang tak tertahankan akibat gangguan sirkuit otak yang dalam kondisi normal mengendalikan kemampuan mengarahkan perbuatan manusia untuk mencapai tujuan hidupnya. Penghentian penggunaan obat bisa mengakibatkan withdrawal syndrome di mana pelaku lebih memilih obat daripada keluarga, aktivitas hidup normal atau pekerjaan. Di sini terjadi “pembajakan” sirkuit otak, yaitu sirkuit yang mengendalikan perilaku pecandu obat, dengan cara diambil alih sepenuhnya dan diarahkan untuk secara terus menerus mencari obat tersebut.

Terapi Penyembuhan Kecanduan Narkoba

Prof. Dr. Soedjono Aswin menyebutkan bahwa terapi untuk menghilangkan ketergantungan pada narkoba, secara medis bisa menggunakan strategi sederhana yaitu menggunakan obat-obat alternatif yang memacu otak  dengan kadar rendah dan konsisten. Obat-obatan itu bisa mencegah withdrawal syndrome, memacu pusat imbalan secara sublimonal, serta memungkinkan sirkuit otak beradaptasi ulang dengan cara stimulasi intens penggunaan obat-obat adiktif setiap hari sampai pada stimulasi dengan medikasi berkadar rendah yang berkesinambungan. Setelah otak beradaptasi kembali dengan kondisi normal, penggunaan obat pengganti diturunkan sampai bebas obat. Contoh obat semacam ini adalah ethadone dan bupreorphine dan yang terakhir acomprosate. Dengan cara ini fungsi otak bisa “dinormalkan”.

Selain terapi obat, bisa juga dilakukan dengan terapi tanpa obat, yaitu dengan pendekatan ajaran agama. Menurut Prof. Dr. Soemamo Markam, mengutip Prof. Kadirun Yahya, penceramah dan ahli filsafat Islam, hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan dalil aljabar yaitu apa saja jika dibagi dengan bilangan tak terhingga menjadi nihil. Karena yang tak terhingga adalah Tuhan, maka bila dihubungkan dengan Tuhan, penyakit itu akan hilang. Jadi intinya adalah menghubungkan diri pasien dengan Sang Maha Pencipta

Tindakan Preventif

Untuk menghindarkan generasi muda dari jeratan narkoba, maka perlu juga diberikan pendidikan sikap hidup (generic life skills atau soft skills). Sikap hidup merupakan roh dan pendorong seseorang dalam menapaki hidup. Contoh sikap hidup adalah kerja keras, percaya diri, penuh inisiatif, kreatif, fleksibel, senang bekerja sama dengan orang lain, tidak melanggar norma kehidupan di masyarakat, menghargai waktu, dan tidak mengerjakan sesuatu yang tidak berguna .

Selama ini pendidikan kurang memberikan perhatian terhadap sikap hidup ini. Akibatnya banyak yang tidak mau mengikuti norma yang berlaku di masyarakat, berpikir dan bertindak secara instan untuk mendapatkan hasil dengan cepat. Mereka tidak memiliki sikap hidup yang kokoh sehingga mudah terpengaruh hal-hal negatif. yang menabrak norma kehidupan, norma agama dan norma hokum. Karena itulah, menurut Prof. Dr. Muchlas Samani, perlu dilakukan rekonstruksi pola pendidikan kita agar tidak hanya sekedar menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi tapi menyiapkan anak didik agar mampu menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memecahkan masalah yang ditemui dalam kehidupannya.

Sumber :
Lembaga Penelitian Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Mengatasi     Masalah Narkoba dengan Welas Asih. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011.
www.tempo.com, tgl 27 Juni 2012