Bercermin Pada Wajah Bocah

Oleh : Grace Kartika

Tanggal Posting : 06 December 2013

Saat kita akan menemui orang lain, umumnya kita mencari cermin, untuk memastikan apakah panampilan kita sudah rapi dan enak dipandang. Tanpa cermin, kita tidak memiliki gambaran yang jelas, mungkin hanya dapat membayangkan saja bahwa kita sudah rapi dan sempurna, padahal masih ada rambut yang bandel, bedak yang belum rata, kancing baju yang terlewat dan sebagainya. Betapa pentingnya cermin itu! Cermin telah menjadi teman atau sahabat sehari-hari yang selalu menolong kita berpenampilan prima sehingga kita lebih percaya diri. Tentu saja cermin itu harus yang utuh dan bening, bukan cermin yang buram atau retak. Begitu pula dalam hidup sehari-hari, kita membutuhkan cermin bagi hati kita. Anak-anak justru ditempatkan Tuhan sebagai karunia bagi kita, pemberian yang istimewa melebihi harta benda semahal apapun. Setiap anak diciptakan Allah, mewarisi perangkat ilahi sama seperti ayah atau ibunya ketika mereka diciptakan. Perangkat inilah yang membedakan seorang manusia dari benda atau mahluk hidup lainnya. Di dalam diri anak tersimpan berjibun potensi untuk berkreasi, menghasilkan ide-ide cemerlang, dan melakukan segala wujud kebaikan yang sulit dilakukan oleh orang dewasa. Semakin dewasa, pengaruh orang tua dan lingkungan sekolah, gereja, tempat kerja, masyarakat luas telah menempa seseorang untuk berperilaku semakin baik atau semakin buruk. Setiap pujian atau kritikan, sambutan atau penolakan dari orang-orang sekitar akan mempengaruhi sikap kita setiap hari, dan kepolosan hidup sebagai seorang bocah tidak lagi bertahan. Lama-kelamaan akan semakin ditanggalkan demi untuk survive. Tentu kita ingat, bagaimana seorang anak ‘belajar’ menyontek demi mendapat nilai bagus karena takut dimarahi orangtuanya, ‘belajar’ berbohong agar terhindar dari hukuman guru, belajar ‘curang’ dalam permainan agar bisa menang. Tanpa disadari, pembelajaran ini terbawa terus hingga menjadi cikal bakal yang tumbuh lalu menguasai diri seseorang. Tak heran, jika setelah berada di puncak karir, seorang pejabat yang sukses dan terkenal bisa dengan mudah jatuh ke dalam moralitas yang buruk, seperti menyontek, berbohong atau bermain curang seperti ketika masa anak-anak. Wajah bocah adalah karya Allah, lukisan Allah yang paling indah dan sempurna. Disebutkan Yesus bahwa anak-anak itu menjadi peringatan bagi orang dewasa, menjadi cermin bagi hati, pikiran dan perilaku. Anak-anak menjadi inspirasi yang menjagai tingkah langkah orang dewasa dalam kepolosan, keaktifan dan kekreatifan hidup. Tidak memiliki raut wajah ganda, siasat yang berkelit atau intrik yang rumit seperti layaknya orang dewasa. Anak-anak bisa tersenyum atau menangis, senang atau kecewa, berbuat benar atau salah dengan apa adanya, tanpa maksud yang selingkuh. Walaupun anak-anak dalam masa pertumbuhannya juga sangat membutuhkan peran dan kehadiran orang tua serta orang dewasa lainnya dalam hal perawatan, pendidikan dan perkembangan mental spiritualnya. Tetapi ada hal yang perlu digarisbawahi yakni orang dewasa dapat bercermin pada kemurnian hati seorang anak di mana kasih, kehangatan serta keakraban Tuhan terpantul dari dalamnya. Marilah kita pandangi wajah para bocah yang semarak di sekitar kita… Petiklah satu atau dua sentuhan yang menggugah kita untuk menyelaraskan kembali hati, akal dan tingkah laku kita agar lebih menyenangkan Tuhan. Image courtesy of luigi diamanti at FreeDigitalPhotos.net