COMPLAINT is COMPLIMENT

Oleh : Suhardi

Tanggal Posting : 03 October 2013

Ajahn Brahm, seorang Bhikku kelahiran London, Inggris, pernah menceriterakan sebuah kisah menarik.

 

Suatu ketika seekor keledai menjelajahi hutan. Karena begitu gembira tanpa sadar ia terperosok ke dalam sumur tua. Untunglah sumur tua itu kering dan tidak terlalu dalam. Tetapi keledai itu tidak dapat memanjat. Ia berteriak minta tolong, “e..o…eeoo..eeeooo….Suara itu memancing seorang petani datang mendekat. Petani itu sangat membenci keledai, dan ia juga tahu bahwa sumur itu berbahaya. Dengan sekopnya, ia mengisi tanah ke dalam sumur untuk mengubur sang keledai hidup-hidup, sekaligus menutup sumur tua itu. Menyadari apa yang terjadi, sang keledai pun menjerit. Ia sedih dan takut. Setelah beberapa saat, keledai itu mendapat sebuah ide… Ketika tak terdengar suara lagi, petani itu berpikir, “terkubur sudah keledai bego itu.” Padahal, sang keledai menggoyangkan badannya untuk meluruhkan tanah yang setiap kali menimpa punggungnya, lalu menginjak-injaknya hingga padat di bawah kakinya. Dengan begitu ia dapat naik satu inchi lebih tinggi, begitu seterusnya. Petani yang sibuk dengan sekop tanahnya  tidak menyadari sepasang telinga yang muncul dari mulut sumur. Ketika pijakan sudah cukup tinggi, keledai itupun melompat keluar dari sumur lalu melarikan diri.

 

Bhikku Ajahn Brahm ingin menyampaikan pesan melalui kisah tersebut, bahwa jika kita menghadapi kritik, berlakulah seperti keledai: goyang, luruhkan maka kita akan naik seinchi lebih tinggi.

 

Namun dalam kenyataan sehari-hari, kita jarang memanfaatkan kritik. Yang terjadi justru sebaliknya, kita menjadi marah, jengkel dan kesal kepada orang yang mengkritik kita. Sedemikian emosionalnya, hingga kita lalai memperhatikan pesan dari kritik yang sebenarnya dapat bermanfaat bagi kita. Oleh karena itu, marilah kita belajar memanfaatkan kritik untuk mendongkrak kinerja dan kualitas kehidupan kita.

 

Beberapa saran ini dapat kita lakukan :

  1. Terimalah kritik atau komplain sebagai hadiah

Salah satu survey yang pernah dilakukan oleh Frontier, Marketing & Research Consultant di Jakarta terhadap 2000 responden yang meliputi nasabah 20 bank, menunjukkan bahwa mereka yang tidak puas dan tidak komplain, ada sekitar 20 % yang menyatakan akan segera beralih  ke bank lain, sedangkan mereka yang komplain dan segera diberikan tindakan penyelesaian, hanya sekitar 2-3 % yang mempunyai intensi untuk pindah ke bank lain.          

 

Hal ini menunjukkan bahwa, penting sekali bagi kita (terutama para pemimpin) untuk menangani kritik atau komplain secara cepat dan tepat. Untuk itu, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah membenahi persepsi kita bahwa kritik atau komplain bukan hal negatif melainkan positif, bahkan boleh dikatakan sebagai hadiah atau compliment  yang berharga bagi kita. Karena dengan adanya kritik atau komplain, kita menjadi tahu akan kelemahan atau kekurangan kita dan sekaligus kita dapat berusaha untuk menjadi lebih baik lagi. Selain itu, orang yang memberi kritik atau komplain kepada kita sebenarnya adalah orang yang peduli dengan kita dan ingin agar kita menjadi lebih maju dan lebih baik lagi.

 

  1. Fokus pada isi (konten) dan bukan hanya pada cara

Ada kisah menarik tentang seorang raja dengan pakaian barunya. Begitu diyakinkan oleh penjahitnya bahwa ia memakai pakaian hebat yang terbuat dari bahan super tipis, sang penguasa yang sombong ini tanpa sadar berpawai di jalan-jalan sambil menggunakan pakaian super tipis tersebut, sehingga kelihatan seperti telanjang. Karena takut pada kekuasaan raja, tidak ada seorang pun yang berani memberi komentar, sampai seorang anak kecil berteriak, “… dia tidak memakai pakaian!!!”.

     

Demikianlah, kadang-kadang orang lain tidak berani memberikan masukan, kritik, saran dan usul karena kita cenderung arogan, sok berkuasa, mudah marah ketika menerima kritik, sehingga orang lain menjadi segan, takut dan khawatir.

     

Salah satu alasan mengapa kita cenderung mudah marah saat menerima kritik adalah karena kita lebih fokus pada cara dan pada siapa yang mengkritik, bukan pada konten atau isi dari kritik tersebut. Sadar atau tidak, kita seringkali membuat “penilaian”, dengan mengatakan: “siapa lu... berani kritik gue...?” atau “kalau mau kritik, lihat-lihat situasi dong... jangan begitu caranya” atau “jangan suka mengkritik, bisa-bisa orang akan berpikiran negatif tentang Anda dan memusuhi Anda...” atau “kalau sering mengkritik, Anda akan jadi oposisi lho..!” dan seterusnya.

     

Memang benar, bahwa kita perlu memperhatikan cara menyampaikan kritik atau komplain, namun karena keterbatasan bahasa dan ketidakmampuan cara menyampaikan, kadangkala kritik yang disampaikan bisa terkesan “kasar”. Oleh karena itu, marilah kita mulai belajar menerima kritik dengan pendekatan yang lebih fokus kepada isi atau konten ketimbang hanya pada cara penyampaiannya. Dengan melakukan hal itu, kita berharap tujuan dari kritik yang sebenarnya dapat tercapai.

 

  1. Gunakan “prinsip ritsleting” dalam menghadapi kritik atau komplain

Umumnya kritik timbul karena ada perbedaan, baik perbedaan sudut pandang ataupun perbedaan pemahaman atau pengertian. Dalam menghadapi perbedaan tersebut, sebaiknya kita menggunakan pendekatan yang disebut prinsip ritsleting. Prinsip ini berdasarkan cara kerja ritsleting yaitu akan berfungsi dengan baik ketika kedua sisi yang paling berdekatan “menyatu” sehingga sedikit demi sedikit sisi yang masih “jauh” menjadi “dekat” dan akhirnya menyatu. Begitu juga dengan perbedaan, dari sekian banyak perbedaan yang ada, selalu terselip beberapa persamaan. Karena itu, mari kita mulai dengan hal-hal yang sama dan dapat diterima oleh kedua pihak terlebih dahulu, barulah kemudian sedikit demi sedikit menyatukan perbedaan sehingga makin “mendekati sama” hingga pada akhirnya akan menyatu padu dalam kebersamaan yang saling mengikat dan memperkuat satu dengan yang lain.

 

  1. Sepakati solusi bersama yang saling menguntungkan

Langkah terakhir dalam menangani kritik atau komplain adalah dengan menyusun rencana tindakan berupa solusi bersama yang merupakan hasil kesepakatan berdasarkan prinsip saling menguntungkan. Kita perlu melibatkan pihak yang menyampaikan kritik atau komplain dalam rencana tindakan tersebut. Dengan demikian kita lebih menghargai orang yang memberikan kritik, komplain, saran, usulan dan masukan yang juga akan membantu kita dalam meningkatkan kinerja dan kualitas hidup kita selanjutnya.

 

 

Daftar Pustaka :

  1. Kompas, 10 April 2011
  2. Handi Irawan, 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan, Elex Media Komputindo, 2002
  3. Mel Silberman, Freda Hansburg, Ph.D, “People Smart” Metanoia, 2003

Credit: "Image courtesy of Stuart Miles at FreeDigitalPhotos.net"