Jari-jari yang Terampil
Oleh : Grace Kartika
Tanggal Posting : 08 November 2013

“Tambatkanlah semuanya itu pada jarimu, dan tulislah itu pada loh hatimu.” (Ams. 7:3)
Sepuluh jari tangan yang kita miliki, menolong kita beraktivitas setiap hari. Kita bisa makan, minum, bekerja, dan bermain, tak lepas dari peran jari-jari yang terampil. Saya masih ingat ketika pertama kali mengajarkan bayi saya mengambil mainan yang sedang bergerak-gerak mengambang di dalam bak mandinya. Perjuangan yang cukup sulit baginya, kadang ia sampai berteriak dan menangis gemas ketika mainannya bertambah jauh. Tetapi setelah itu ia tertawa terkekeh-kekeh ketika berhasil menggenggamnya… Jari-jari kita semakin hari semakin terampil, tentu saja karena kita terus berlatih.
Saat ini, maraknya jejaring sosial sebagai media bersosialisasi di kalangan anak muda menjadi kebutuhan yang semakin laris agar tidak dicap “kurang gaul”. Bayangkan, dalam hitungan detik saja komunikasi sudah bisa terhubung, dan terjadi pertukaran informasi. Bahkan bermain bersama dengan teman-teman di dunia maya juga semakin digemari, tanpa perlu saling berkunjung ke rumah teman yang jaraknya lumayan jauh. Jari-jari yang lincah di atas tombol-tombol keyboard memegang peranan penting bagi kehidupan anak muda untuk eksis di tengah komunitas mereka. Orang tua sanggup atau tidak sanggup dituntut untuk menyediakan fasilitas modern, seperti telepon genggam yang canggih, atau laptop yang memadai dan layanan internet 24 jam.
Industri hiburan seperti game on-line yang menarik dan cerdas juga bermunculan. Produser berusaha meramu dan menyajikan kehidupan virtual yang sangat mirip dengan kehidupan nyata. Ada tokoh-tokoh yang tampan atau cantik, yang gagah atau seram, yang bisa bergerak, beraktivitas, bertransaksi, bekerja, memelihara hewan dan tumbuhan, mencari pasangan, berkeluarga, berperang, yang begitu memikat seperti kisah petualangan bersambung yang bisa dinikmati selama berjam-jam, bahkan bisa sampai berminggu-minggu lamanya.
Kemajuan teknologi memang bisa dipakai sebagai alat pendidikan yang efektif dan kreatif, untuk meningkatkan kemampuan kognitif, ketajaman penglihatan, kecepatan koordinasi tangan dan mata, serta kecerdasan intelegensi. Bahkan sekolah-sekolah juga sudah memakai media berbasis internet untuk memberi tugas-tugas kepada siswa mereka. Tak dipungkiri, bahwa game yang baik memang bisa menjadi sarana atau laboratorium bagi pembentukan identitas diri para remaja dengan cara mengenali dan memainkan tokoh-tokoh yang mereka inginkan.
Di sisi lain, penggunaan yang tidak terkontrol, bisa membuka peluang bagi dampak yang buruk pada anak-anak dan remaja. Jika mereka membangun ruang kehidupan maya jauh lebih besar daripada yang nyata dengan orang tua, saudara atau teman-teman mereka, maka lama-kelamaan akan muncul masalah emosi, seperti kesepian, perasaan terasing dan depresi. Waktu berjam-jam di depan layar akan membuat mereka terlena dan “lupa” makan, istirahat atau mengerjakan tugas-tugas yang penting. Akibatnya, pola hidup cenderung bergeser, kondisi emosi tidak mau diganggu, pola belajar semakin instan dan tanggung jawab semakin minim. Tidak ada lagi jari-jari untuk memasak, merapikan kamar, membersihkan sepeda yang kotor, menanam bunga, merawat ikan hias, atau menjahit baju yang robek. Kegiatan semacam itu terasa sudah usang dan tidak dibutuhkan. Toh, bisa dikerjakan orang lain. Lebih nyaman berada di dunia maya, tak ingin diganggu.
Ada sebuah penelitian baru-baru ini yang menemukan bahwa hiburan dunia maya secara cepat menimbulkan kecanduan, dan secara serius merusak kehidupan social, baik dalam kesehatan maupun relasi. Kecanduan yang sama kuatnya dengan kecanduan minuman keras atau obat-obat terlarang. Anak-anak, remaja dan orang tua bisa terkena. Kita semua perlu peka pada saat gejala kecanduan ini muncul, yaitu pola hidup yang semakin bergeser dan tidak seimbang. Kita perlu sepakat untuk mengurangi waktu berada di depan layar monitor dengan kesadaran bahwa kita ingin hidup seimbang dan sehat. Kita perlu menyediakan waktu yang lebih banyak untuk berinteraksi secara nyata. Sediakan waktu setiap hari untuk ngobrol atau makan bersama, mengerjakan beberapa tanggung jawab serta rekreasi bersama keluarga atau teman secara berkala. Rekreasi tidak selalu perlu biaya yang mahal. Kami sering melakukannya dengan berjalan kaki, bersepeda atau berenang bersama. Menebang pohon, membersihkan kolam ikan juga bisa menjadi rekreasi yang tak kalah serunya. Marilah kita memakai jari-jari kita untuk merawat kehidupan, mengembangkan ketrampilan dan membangun relasi yang nyata dan menjauhkan diri dari kecanduan yang tidak bermanfaat bahkan merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Penelitian lain di Kanada juga mendapati bahwa 50 persen dari remaja yang gemar on-line, cenderung mengalami risiko perilaku buruk dibandingkan rekan-rekan mereka, seperti merokok, mabuk, menggunakan narkoba, dan hubungan seks bebas yang sangat rawan bagi perkembangan mereka. Penelitian ini didasarkan pada teori kognitif sosial, yang menunjukkan bahwa cara belajar paling efektif adalah dengan melihat dan meniru perilaku orang lain. Melihat lebih dari empat jam sehari, cukup berpotensi untuk meniru. Kini, banyak pula iklan provokatif yang ditampilkan di internet atau jejaring sosial yang cenderung menawarkan berbagai kemudahan dan kenikmatan hidup yang menyesatkan. Televisi masih bisa menyeleksi dan menetapkan aturan sensor, tetapi internet sangat bebas. Orangtua akan kesulitan, dan hanya sedikit yang bisa menggunakan program untuk mengontrol atau memblokir akses ke internet untuk situs-situs yang berbahaya. Anak-anak dan remaja kini pun jauh lebih cerdas dalam hal penguasaan teknologi dan internet.
Segala kenikmatan memang tersedia, marilah kita memakainya dengan bijaksana. Genggamlah kebijaksanaan itu, dan pakailah jari-jari kita untuk mengerjakan hal-hal yang berarti bagi masa depan kita, bagi generasi anak-anak kita… Janganlah kita menghambur-hamburkan waktu agar kita tidak menuai kehancuran…