Ketika Dunia Menjadi Datar (Kembali)...

Oleh : Yesie Irawan

Tanggal Posting : 06 December 2013

Siapa sih yang tidak tahu kalau bumi itu bulat? Ya, bumi itu bulat, kata ilmu eksak! Tapi, sebelum teori bahwa bumi itu bulat diluncurkan, banyak orang yang memahami bahwa bumi itu datar. Gereja pun meyakini bahwa bumi itu datar. Bahkan, penulis Injil Matius mencatat bahwa Tuhan Yesus mendorong kita untuk pergi menjadi saksi-Nya sampai ke ujung bumi. Padahal kita tahu bahwa bumi tidak ada ujungnya bukan?

           

Sekitar satu abad yang lalu, orang masih harus berlayar dari satu tempat ke tempat lainnya. Untuk mengirimkan kabar, orang harus berkorespondensi melalui surat yang dikirimkan via pos atau bahkan dengan pos merpati. Saya ingat, saya selalu mengirim kartu Natal kepada teman-teman lama saya via pos. Perlu waktu yang cukup lama untuk menerima balasan surat tersebut.

 

Di masa lampau, melihat keberadaan masyarakat yang ada di benua lain adalah sebuah mimpi besar yang sangat sulit diwujudkan. Perpisahan menjadi hal yang sangat menyedihkan karena rasanya sangat sulit untuk berkomunikasi dengan kawan yang harus pergi jauh. Belum ada pager dan telepon genggam.       

 

Namun, bumi yang bulat itu, pada saat ini telah “kembali menjadi datar”. Bumi sudah tidak lagi bulat. Beberapa dekade terakhir ini, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (khususnya komunikasi dan informasi) membuat bumi seolah-olah menjadi datar kembali. Adanya alat komunikasi yang canggih seperti telepon genggam, faksimili, dan internet memudahkan manusia untuk berkomunikasi, membuat manusia di satu tempat dan di tempat lainnya seakan tidak berjarak.

 

Tentunya, perubahan ini memiliki dampak positif dan negatif. Dalam permenungan kali ini, saya mengingat ungkapan Paulus yang berbunyi demikian: “Segala sesuatu halal bagimu, namun tidak semuanya berguna!” Saya ingin mencoba meneropong lalu menelisik masuk ke dalam perubahan dunia yang sangat cepat ini. Mari menjelajah dan menelisik apa yang berguna dari perubahan ini, dan dengan jeli memilah mana yang halal namun tidak berguna.

 

Meneropong Sisi yang Halal dan Berguna

 

Setidaknya dari lensa teropong saya, saya melihat ada dua sisi yang halal dan berguna. Saya harap dua hal yang saya paparkan ini dapat membantu kita melihat bahwa kemajuan teknologi juga memiliki dampak positif dalam kehidupan manusia.

 

Sisi positif yang pertama adalah bahwa perkembangan teknologi telah membantu manusia untuk menjadi “satu”. Pernahkah kita berpikir bahwa orang yang kita telepon atau kirimi sms itu berada di tempat yang berbeda dan mungkin saja sangat jauh dengan kita? Dengan adanya web-camera, telepon, dan surat elektronik, semboyan “jauh di mata dekat di hati” seolah mulai tidak berlaku lagi. Dengan adanya web-camera, seseorang yang jauh di sana, menjadi dekat di mata dan dekat di hati.

 

Sisi positif yang kedua adalah perkembangan alat komunikasi, seperti internet,  membantu kita untuk “thinking outside the box”. Pada saat ini, manusia dapat “melihat” dunia dengan lebih mudah. Orang yang ada di belahan bumi Utara dapat melihat apa yang terjadi di belahan bumi Selatan, begitu pula sebaliknya, dengan sangat mudah. Misalnya saja, ketika terjadi gempa bumi di Haiti dan Tsunami di Jepang, kita dapat mengetahuinya dengan cepat. Bantuan dari berbagai belahan dunia pun segera disalurkan untuk membantu para korban bencana alam. Dengan kata lain, teknologi dapat membantu manusia untuk bahu-membahu menolong sesamanya, bahkan yang belum pernah ia kenal sekalipun.

 

Kedua hal positif ini senada dengan yang dikatakan oleh Teilhard de Chardin. Menurutnya, teknologi memberi dampak positif bagi peradaban manusia. Berkat teknologi modern dunia semakin menjadi satu. Paleontolog dan teolog Yesuit ini berharap bahwa melalui teknologi manusia akan menjadi satu.

 

Harapan Teilhard ini sebenarnya menunjukkan bahwa manusialah yang memegang kendali atas teknologi, bukan teknologi yang mengendalikan manusia. Teknologi hanyalah sebuah alat bantu yang dampak dan fungsinya akan sangat tergantung pada bagaimana manusia memanfaatkannya. Sampai titik ini, teknologi masih disebut sebagai alat bantu yang memudahkan manusia. Namun, pada peneropongan terhadap dampak negatif dari teknologi, kita akan melihat bahwa teknologi dapat berubah menjadi tidak sekadar alat bantu manusia, melainkan juga dapat “menghasilkan” pola hidup yang berbeda. Manusia tidak lagi menggunakan teknologi, melainkan diperalat oleh teknologi.

 

Memilah Sisi yang Halal namun Tidak Berguna

 

Segala sesuatu halal bagimu, namun tidak segala sesuatu berguna! Teknologi halal bagi kita, namun tidak selamanya teknologi berguna jika kita salah menggunakannya. Romo Mangunwijaya pernah mengatakan bahwa teknologi dapat menjadi “tuan” yang memperbudak manusia. Apabila sesuatu yang halal itu sudah menjadi “tuan” bagi kita, berarti ia (teknologi) sudah menjadi sesuatu yang tak berguna.

 

Kecanduan

 

Beberapa waktu lalu, vivanews pernah memuat berita tentang kematian seorang pemuda di China. Pemuda pecandu game on-line ini ditemukan tewas setelah tiga hari penuh bermain, tanpa makan dan tidur. Sebelum meninggal pemuda itu mengaku menghabiskan 1.500 dolar AS untuk bermain game on-line.

 

Berita di atas merupakan sebuah contoh yang sangat ekstrim tentang penggunaan teknologi. Kita melihat bahwa secara tidak langsung, teknologi sudah menjadi tuan atas kita. Teknologi (baca: dalam hal ini game on-line) sudah menggeser keberadaan Tuhan, yang seharusnya mendapat tempat utama dalam kehidupan kita. Dalam kasus ini, manusia tidak lagi memanfaatkan teknologi secara tepat guna melainkan malah diperalat oleh teknologi.

 

Perubahan Pola Sosial

 

Teknologi sudah menjadi candu bagi masyarakat dan membentuk pola sosial yang baru. Di tempat-tempat umum, orang lebih memilih untuk bermain dengan telepon genggamnya daripada menyapa orang yang ada di sebelahnya. Kita juga melihat adanya gejala baru (khususnya di kalangan remaja). Mereka sering senyum-senyum sendiri di depan komputer. Tampaknya chatting di situs jejaring sosial menjadi hal yang lebih menyenangkan dibandingkan dengan berinteraksi di dunia nyata. Pola komunikasi seperti ini akan menghasilkan produk zaman yang kaku dan sukar untuk berinteraksi dalam masyarakat. Pola individualisme akan semakin berkembang jika kita tidak dapat mengendalikan dampak negatif teknologi.

 

Keracunan Informasi

 

Melalui internet, kita dapat mengakses berbagai informasi, mulai dari informasi penting hingga tidak penting, berguna dan tidak berguna. Selain informasi yang membangun, tak kurang pula informasi yang menghancurkan, seperti pornografi. Keputusan untuk memilih ada di tangan kita, mau yang mana?

 

Yang Bisa Dilakukan

 

Gereja, sebagai persekutuan umat Allah, tidak dapat menutup diri dan mengutuk teknologi. Yang dapat kita lakukan sebagai orang Kristen adalah mengendalikan diri kita dan memilah mana yang berguna dan tidak berguna. Peganglah perkataan Paulus: semua halal namun tidak semuanya berguna. Jadi, permasalahannya adalah, bagaimana cara kita memanfaatkan teknologi? Apakah kita akan menjadikannya sebagai sebuah alat pelayanan, yang membantu kita sebagai pengikut Kristus untuk menjadi garam dan terang dunia? Atau kita menjadikannya sebagai racun yang membinasakan diri kita sendiri dan keberadaan alam semesta ini? Apakah kita akan memanfaatkan teknologi untuk membangun tali persaudaraan dan kasih antara kita dan kerabat yang tinggal berjauhan dengan kita, sehingga nyatalah bahwa teknologi dapat digunakan sebagai alat pelayanan untuk membangun kesatuan dan kepekaan di antara sesama manusia?

 

Sudahkah kita membantu diri kita sendiri, anak, cucu, kakak, adik, dan rekan kita untuk menyadari bagaimana kita memanfaatkan teknologi? Mari merenungkannya dalam pengembaraan kita di era teknologi tinggi ini.

 

Bacaan:

http://forumteologi.com/blog/2007/04/30/sefnat/forum.vivanews.com

Friedman, Thomas L. World is Flat: A Brief History of Twenty-First Century. (New York: Picador, 2007)

Magnis-Suseno,Franz. Pijar-pijar Filsafat: Dari Gatholoco ke Filsafat Perempuan, dari     Adam Muiler ke Postmodernisme. (Yogyakarta: Kanisius, 2005)

Image courtesy of luigi diamanti at FreeDigitalPhotos.net