RUANG UNTUK BERSEKUTU

Oleh : Pdt. Evangeline Pua

Tanggal Posting : 07 September 2014

Sambil tersenyum, Karmin merapikan barang-barang yang hendak dimasukkan ke dalam tong sampah."Kalau rajin dikumpul, hasil penjualan kardus bekas ini dalam dua bulan dapat saya belikan celana  baru."Demikian ia berujar sembari melipat beberapa kardus bekas bungkusan kertas.

 

Itulah yang menjadi gambaran umum kita. Apa yang kita hasilkan kiranya cukup memenuhi keperluan fisik. Ada pakaian. Rumah milik sendiri. Kendaraan bermotor terpajang siap mengantar kita bepergian. Kehidupan seolah-olah menjadi ajang perlombaan untuk mengumpulkan sesuatu yang melimpah. Pernikahan juga cenderung menjadi ukuran status apalagi bila anak-anak dapat dilahirkan di dalamnya.

 

Berkaca pada pengalaman bangsa Israel, Allah menunjukkan kepenuhan hidup yang dikehendaki-Nya. Persekutuan bukan semata-mata sarana menghimpun banyak orang, melainkan sebagai kesempatan untuk saling bertumbuh. Ada komitmen yang perlu dibangun. "Sense of unity" salah satunya. Tanpanya hidup tercerai-berai. Hidup bukanlah ajang melindas dan melibas sesama. Banyak kali kita lupa bahwa dalam proses mengumpulkan apa yang kita perlukan, sesama terabaikan bahkan tersakiti.

 

Baru-baru ini para pengelola sebuah toko buah mini di perempatan Rawa Panjang mengalami perampokan. Nyawa seorang laki-laki muda terenggut tanpa iba. Perampok bersenjata api lagi-lagi menunjukkan giginya di Bekasi. Cukupkah hanya dengan iba? Benarkah bahwa berdiam dan pasrah diri menjadi langkah bijak dalam menyikapinya?

 

Bacaan dalam Matius 18:15-20 mengingatkan beberapa hal penting dalam kehidupan kita semua.

(1) Menegur sesama yang berdosa. Ingatkan betapa perilakunya merusak gambar dan   rupa Allah dalam dirinya. Bahkan perbuatannya berimbas pada keutuhan dan perdamaian di antara sesama.


(2) Pertahankan keutuhan komunitas. Tuhan tidak pernah menghendaki perceraian termasuk di kalangan anggota persekutuan. Anggota yang lemah perlu ditopang. Anggota yang menekan sesama perlu dikendalikan. Kasih Allah menjadi tolok ukurnya sehingga bukan lagi berapa kali kita mesti mengampuni, melainkan berapa sungguh kita memohon-dan-memberi pengampunan kepada sesama.

(3) Pertobatan adalah langkah yang perlu dilewati. Kala seseorang didakwa bersalah maka komunitas perlu memberinya ruang untuk secara pribadi menyesali dan meninggalkan dosanya. Adalah baik baginya untuk mengenali kelemahannya bukan karena dipaksa, melainkan karena ada kerelaan. Ia bersukacita untuk melakukan         perubahan mental dan pertumbuhan spiritual dalam dirinya.

Kembali pada tragedi kejahatan dalam kisah di atas, hal mengatasinya tidak sederhana. Semua pihak terutama kepolisian dan masyarakat dipanggil untuk bekerjasama. Setiap keluarga pun terus melatih diri untuk ramah tetapi tetap siaga bahaya. Kepekaan untuk mengenali benih kejahatan serta memberi ruang untuk saling berjaga-jaga di dalam Tuhan. Kiranya Tuhan menolong kita semua dalam bersekutu sehingga manakala arah kehidupa  melenceng dari panduan, setiap anggota sigap untuk saling mengembalikan kemudi dalam pimpinan Tuhan.

(EP)