Peka dan Hidup dalam Pembaruan
Oleh : Pdt. Evangeline Pua
Tanggal Posting : 07 December 2014
Alat panca indera manusia memudahkan kita untuk peka dalam bersentuhan dengan sesuatu. Mencium aroma tengik, kita spontan mengibaskan tangannya di depan hidung. Memegang panci panas, kita terkejut. Kena debu, mata kita menyipit. Pada kali kemudian, kita menjadi lebih siaga untuk melalui keadaan yang serupa. Kepekaan kita bertambah tajam.
Peka sebagai manusia beriman di satu sisi memang melatih kita untuk mengalami hal di atas. Namun tentu hal lebih mendasar juga diperlukan. Ada perubahan besar yang mesti terjadi. Sadar bahwa hidup adalah anugerah Tuhan sehingga tidak boleh disia-siakan. Sedia untuk berbuat lebih banyak dan lebih berdampak bagi kalangan yang lebih luas.
Yesaya 40:1-11 menjadi kabar baik yang melegakan. Pemulihan akan terjadi atas mereka yang sedang menderita dan kesulitan. Kondisi bergumul membuat hati ( leb, Ibrani artinya pemahaman, refleksi, pusat kehidupan) disentuh dan ditenangkan. Tuhan menghibur sepenuhnya dan seutuhnya. Sebagai gembala, Allah menghimoun ternak yang telah tercerai-berai ke banyak tempat di pembuangan. Mereka dipangku dan dituntun dengan hati-hati.
Demikian pula injil Markus menyaksikan serupa. Penyelamat akan datang. Semua diundang untuk peka dan berbagi hidup dalam pembaruan. Yang mendengar, pasanglah telinga. Yang belum paham, bertekunlah untuk mengerti. Yang belum tahu, mintalah hikmat kepada Allah. Yang sudah percaya, jadilah teladan.
Seruan Yohanes menjadi gambaran bahwa ada DIA yang jauh lebih berkuasa akan datang. Hati yang bertobat diperlukan untuk dapat melihat dan menerima kehadiranNya. Oleh sebab itu, memasuki Minggu Adven 2, tetap siapkanlah jalan bagi Tuhan. Rayakanlah keindahan menanti-nantikan Tuhan.
Masa Natal ketika Kristus datang, akankah Dia menemukan hati yang hangat? Tandai masa Adven dengan mencintai dan melayani sesama dengan kasih dan perhatian Allah sendiri –Ibu Teresa, Love: A Fruit Always in Season
(
EP)