MENANTI DI RUANG TUNGGU
Oleh : Pdt. Evangeline Pua
Tanggal Posting : 07 December 2013
Dulu tampaknya “menunggu adalah kegiatan yang membosankan”. Menunggu juga cenderung memancing suburnya perasaan tidak tenang. Kok barisan lain bergerak lebih cepat? Atau, kok begitu saja selesainya lama. Kini mungkin tidak lagi sejak ada telepon seluler. Menunggu memudahkan kita untuk pegang lalu menjelajah dunia di beragam program ponsel. Media sosial- update status, like status kawan, intip foto terbaru di profil teman. Bermain belagak seperti pilot, pembalap mobil, penembak, susun balok atau lempar bola. Seolah-olah terbayarlah rasa sepi dengan hadirnya ponsel. Tidak heran bahwa ponsel menjadi sesuatu yang tidak mudah dilupakan kala bepergian.
Sesungguhnya hal menunggu itu memang menguntungkan. Kita yang melakukannya diajak untuk mengisi kesempatan secara bertanggungjawab. Tidak perlu bergantung pada ponsel. Sebagai orang Kristen kita dilatih dan mestinya terbiasa menunggu. Adven adalah pekan-pekan di mana secara serius kita memberi arti dalam hal menunggu.
Menunggu secara produktif. Bukan pasif. Tidak perlu berbuat apa-apa. Justru Adven mengundang kita untuk secara aktif mencari tanda kematian supaya di situ hidup berpengharapan dapat bertumbuh subur. “Katakanlah kepada orang-orang yang tawar hati: :Kuatkanlah hati, janganlah takut! Lihatlah, Allahmu akan datang dengan pembalasan dan dengan ganjaran Allah. Ia sendiri datang menyelamatkan kamu” (Yesaya 35:4). Adven menjadi momen untuk menghadirkan berita bahwa Allah membawa keselamatan kepada semua ciptaan-Nya. Adven ketiga juga dikenal
sebagai Gaudete, to rejoice, bersukacita. Kita bersukacita karena pengharapan itu bertumbuh. Walter Brueggemann mengatakan bahwa pengharapan bukanlah sebuah kebergantungan pasif terhadap Allah, melainkan tindakan manusia atas komitmennya. Kita diajak untuk setia, taat apa pun yang terjadi di depan mata. Inilah sukacita yang sejati selayaknya seorang kekasih yang berdebar-debar merindukan kedatangan pasangannya yang semakin dekat.
Kedatangan Allah tidak serta-merta menghapuskan kejenuhan. Kehadiran Allah tidak seketika melenyapkan bentuk kesusahan. Penyataan Allah tidak langsung menghentikan letusan gunung Sinabung ataupun mengembalikan ketujuh nyawa korban tragedi truk tangki yang menyerobot jalur lintas kereta commuter di Bintaro (9/12/2013).
Namun jelas, Sang Mesias menyatakan reformasi sosial (bandingkan Matius 11:5). Secara moral, perilaku manusia diubah total. Ditatar habis-habisan untuk melihat bukti kasih sayang Allah bahwa kendatipun alat panca indera tidak sempurna, setiap manusia punya hak sama untuk disayangi dan dikasihi oleh Allah. Orang buta melihat. Orang lumpuh berjalan. Orang kusta tahir. Orang tuli mendengar. Orang mati dibangkitkan. Orang miskin diberitakan kabar baik. Betapa mulianya pekerjaan Allah. Inilah arti menunggu yang sesungguhnya. (EP)
Image courtesy of digitalart at FreeDigitalPhotos.net