DARI BETLEHEM KE MESIR MENUJU NAZARET: KALA KEKUASAAN TAK MEMBERI RUANG BAGI KEHADIRAN YANG LAIN

Oleh : Dian Penuntun

Tanggal Posting : 29 December 2013

Dalam hospitalitas, keterbukaan merupakan salah satu prinsipnya. Keterbukaan menghadirkan semangat berbagi ruang bagi kehadiran yang lain. Berbagi ruang kadangkala dipahami secara negatif: menyempitkan ruang gerak kita, membiarkan yang lain masuk mengganggu hidup kita, maupun membiarkan yang lain mengambil kesempatan-kesempatan terbaik kita. Berbagi ruang membuat orang merasa kehilangan zona nyamanya. Oleh karena itu bagi beberapa orang, khususnya mereka yang memiliki kekuasaan, enggan memberi ruangnya kepada yang lain.

Ada banyak contoh dalam kehidupan kita sulitnya berbagi ruang bagi yang lain. Diskriminasi terhadap mereka yang terpinggirkan, kekerasan dalam rumah tangga, pertikaian antar suku, ras, dan agama, bahkan korupsi menjadi contoh-contoh betapa kita sulit untuk memberi ruang kita kepada yang lain. Kehadiran yang lain seringkali kita anggap sebagai ancaman dan pesaing.

Padahal berbagi ruang, apabila kita pahami secara positif, akan memberikan kegairahan dan kegembiraan hidup. Berbagi ruang membuat kita merasakan hadirnya persahabatan dan kasih. Kita tidak akan merasa sendiri. Berbagi ruang membuat kita semakin penuh hikmat karena kita belajar dari pengalaman yang lain dalam menyikapi pergumulan hidup ini. Berbagi ruang mengajarkan kita untuk rendah hati dengan mengakui potensi dan kemampuan yang lain, dan menghindarkan kita dari sikap mengalomania. Berbagi ruang menghadirkan kehindahan hidup karena seluruh ciptaan hidup saling membutuhkan dan dibutuhkan; semua ciptaan saling memberkati.

Natal merupakan wujud hospitalitas Allah kepada semua ciptaan. Allah mau membuka diri-Nya untuk dikenali dan dirasakan kehadiran-Nya oleh manusia. Allah juga mau berbagi ruang bagi manusia untuk menerima cinta kasih-Nya dan menjadikan manusia berkat bagi ciptaan lain. Namun berita Natal yang indah ini kadang harus berhadapan dengan realitas hidup yang berbenturan dengan hospitalitas Allah. Apabila ketika manusia haus kekuasaan dan takut kehilangan kekuasaannya karena kehadiran yang lain.

                                                                                                                    (Sumber bahan: ’Dian Penuntun’ Edisi 17)

Image courtesy of dan at FreeDigitalPhotos.net