Kerajaan Allah Hadir di Tengah Kekelaman Hidup
Oleh : Pdt. Evangeline Pua
Tanggal Posting : 05 February 2014
Jumat siang (24 Januari 2014) sebuah televisi swasta menayangkan serangkai inspirasi bagi penonton kala mengonsumsi sesuatu di kala banjir. Katanya, antara lain, usahakan tidak terlambat makan supaya tidak masuk angin. Sajikan makanan kaleng seperti ikan sarden untuk menambah selera dan mudah diperoleh. Telur rebus juga baik, menambah nikmat sajian mie instan. Dua hal terakhir, bagi saya, sepatutnya menjadi pilihan paling buntut apalagi kala lembaga gereja dipanggil untuk berderma bagi kalangan yang sangat membutuhkannya. Mengapa?
1. Indonesia berlimpah hasil buah-buahan dan sayur-mayur. Kala musim hujan, apalagi banjir terjadi, memang buah menjadi hal yang sulit diperoleh. Ia tidak mudah matang dengan baik. Kelembaban udara cepat membusukkannya. Benih pun sulit tumbuh bila tanah tergenang air berlebihan. Namun ada banyak buah yang dapat menjadi pilihan. Misalnya, pisang, kelapa, pepaya. Rempah-rempah alami juga dapat memperkaya rasa. Kayu manis, jahe, kencur, atau gula merah. Penganan terbaik kala banjir melanda adalah yang tidak berminyak, kemasannya mudah terurai alami di alam sehingga tidak menambah volume sampah dan pencemaran air sekitarnya.
2. Mie instan tidak dapat bersahabat bagi pencernaan semua kalangan. Ada yang mudah nyeri lambung. Ada pula yang mudah nyeri radang tenggorokan akibat mengonsumsi bumbu yang berperisa dan berminyak. Mie instan memang mengisi “perut” dan membuat orang hidup tetapi tidak berdampak signifikan pada kesehatannya. Jelasnya, baca pula https://www.amherst.edu/aboutamherst/magazine/issues/2013-summer/ college-row/instant-noodles-won-t-save-the-world. Belum lagi kala dihitung biaya produksi yang sebenarnya ditelan untuk menghasilkan satu kemasan mie instan. Ongkos produksi plastik kemasan mie dan kemasan bumbu; kebutuhan energi mesin pemasak dan pencetak, serta bahan bakar mesin transportasinya; ongkos kaleng kemasan ikan sarden mencakup batu bara sebagai sumber energi listrik pabrik dan lain-lain. Ini bakal menjadi persoalan sendiri bagi upaya mitigasi bencana.
Mitigasi bencana perlu menjadi agenda kerja gereja tanpa perlu terjun langsung di meja-meja perundingan nasional atau memangku jabatan di level pemerintahan, sambil juga mengatakan bahwa mereka yang menempati posisi demikian tetap berani menyatakan kebenaran. Gereja adalah tanda kehadiran kerajaan Allah juga ketika ia rela mengambil cara yang tidak populer sejauh itu bertanggungjawab. Manakala gereja juga tidak ikut arus, ia pun bertujuan untuk menjadi sarana perdamaian (a channel of peace), bukan memicu dan memperdalam perpecahan. Bencana menjadi waktu untuk seia sekata, erat bersatu dan berpikir (lihat 1 Korintus 1:10).
Bencana bukan ajang untuk berlomba pamer besarnya sumbangan. Bencana bukan sarana rebutan unjuk kepedulian seolah-olah mana yang lebih utama ditentukan oleh mana yang menjadi asal daerah atau tanah kelahiran saja. Bencana juga bukan hanya membantu sekedarnya. Ini bukan soal fisik melainkan juga urusan moral dan spiritual.
Umat dalam kisah Alkitab juga bergumul melewati banyak bencana tetapi nyata, Allah berkuasa memimpin bahkan menyelamatkan mereka semua. Tema “Kerajaan Allah hadir di Tengah Kekelaman Hidup” mengisahkan kembali kegirangan mereka yang melihat terang di dalam kegelapan. Kuk yang membebani hidup itu dipatahkan oleh Dia yang membebaskan. Matius menggambarkan betapa Allah adalah Dia-yang adalah Firman, mengambil ruang, memilih tidak berjarak dengan orang banyak di sekelilingnya. Yesus bergerak ke Kapernaum, wilayah yang bukan menjadi pusat pendudukan Israel melainkan dihuni oleh banyak orang non-Yahudi. Ajaran-Nya menolong mereka untuk melihat bahwa kerajaan Allah ditandai oleh hal virtual. Mereka dapat melihat tandanya bahkan terlibat di dalamnya.
Oleh sebab itu, kala musim hujan masih berlangsung, dan dunia masih dikungkung oleh rupa-rupa krisis, iman kita harus semakin nyata. Sisihkan dengan layak segala hal yang dapat diteruskan sebagai wujud kasih sayang bagi sesama. Bukan sekedar uang, atau makanan. Beri diri, pikirkan masak-masak, doakan dan tetaplah berbuat sebanyak-banyaknya kebaikan seperti kita ingin diperlakukan oleh sesama. Lakukan, “Hatiku mengikuti firman-Mu…” (Mazmur 27:8b). (EP)
Image courtesy of Stuart Miles at FreeDigitalPhotos.net