HIDUP KUDUS DENGAN MEMBERLAKUKAN KASIHNYA
Oleh : Agus Patmono
Tanggal Posting : 22 February 2014
Pesan penting dari tema ini ada dalam Im. 19: 2 “…Kuduslah kamu, sebab Aku, Tuhan, Allahmu, kudus.”
Berangkat dari kesadaran bahwa Allah adalah kudus, maka ‘kita’ dituntut untuk berelasi dengan Allah menurut cara yang kudus, sehingga bekenan kepada-Nya. Cara yang kudus meliputi segala aspek dalam kehidupan kita, baik dalam urusan vertikal (kepada Tuhan) maupun juga urusan horizontal (dengan sesama manusia). Cara yang kudus ini berarti juga menjalankan segala urusan sesuai aturan-Nya dan dalam standar-Nya.
Bagaimana menjalankan hidup kudus dengan memberlakukan kasih-nya? Dalam khotbah-Nya di bukit yang dicatat dalam Injil Matius, Yesus Kristus mengajarkan sebuah tata hidup baru setelah orang mengenal Dia. Dalam memberlakukan kasih, hal yang kerap dianggap paling sulit adalah urusan dengan ‘orang yang berbuat jahat kepadamu’ dan ‘musuh’ mu.
Kecenderungan untuk membalas kepada mereka yang berbuat jahat kepada kita dengan perbuatan yang setimpal bukanlah hal yang aneh. Dalam konteks menghargai sesama manusia, di dalam Perjanjian Lama ada pernyataan “mata ganti mata, gigi ganti gigi, kaki ganti kaki …” (Kel. 21: 24) Namun, khotbah di bukit menawarkan alternatif yang mengejutkan: “Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu,” Kata Yesus, “melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.” (Mat 5: 39) Bukan hanya melepaskan hak untuk mendapatkan ‘ganti rugi’, warga jemaat juga diminta untuk bersikap baik kepada mereka yang jahat.
Argumen Yesus terhadap tawaran-Nya tersebut adalah jelas: “Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.” Sebuah argumen yang tidak terbantahkan kebenarannya. Dengan menjelaskan demikian, Yesus ingin menegaskan bahwa kasih Allah pada manusia sesungguhnya harus menjadi model relasi antara manusia dan sesamanya.
Perintah Yesus agar murid-murid-Nya ‘sempurna’, dengan demikian berarti para murid dan jemaat-Nya harus dapat memenuhi tujuan dan maksud dirinya diciptakan. Kitab Kejadian bercerita: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita …” Menjadi segambar dan serupa dengan Allah tampaknya menjadi tujuan dan maksud Allah menjadikan manusia. Dan gambaran yang paling dominan tentang Allah adalah kasih-Nya. Tidak sulit bagi kita untuk mengetahui bahwa manusia akan disebut sempurna ketika ia meneladani kasih Allah. Dalam hubungan dengan sesama manusia, berelasi berdasarkan kasih Allah, berarti berelasi berdasarkan aturan dan standar Allah.
Selamat hari Minggu dan menjalani hidup kudus dengan memberlakukan kasih-Nya. (AgP)
Image courtesy of nuchylee at FreeDigitalPhotos.net