Akulah Air Hidup
Oleh : Yosev Tito Pardede, S.Si (Teol.)
Tanggal Posting : 22 March 2014
Air adalah zat terpenting dalam hidup manusia. Sebagian besar komposisi tubuh manusia berupa air. Manusia dapat menahan lapar dalam jangka waktu lama tetapi manusia tidak mampu menahan haus dalam jangka waktu yang lama. Dengan kata lain, air menjadi kebutuhan utama manusia.
Ketika manusia kekurangan air di dalam tubuhnya, ada sistem mekanis dalam rohani manusia untuk merasa haus. Manusia meresponnya dengan meminum air agar perasaan haus itu terpuaskan. Jika manusia tidak memuaskan perasaan haus dalam jangka waktu yang lama, dalam mental manusia akan timbul perasaan-perasaan negatif lainnya dan manusia bisa mati.
Kisah bangsa Israel yang bersungut-sungut kepada Allah di Masa dan Meriba adalah contoh nyata ketika manusia sangat kehausan dan membutuhkan air minum. Bangsa Israel menjadi marah, banyak mengeluh dan memikirkan diri sendiri. Sebab, perasaan-perasaan negatif akibat sistem mekanis pertahanan diri yang muncul tersebut, tanpa sadar menjadi efek ”penjara” bagi manusia. Penulis menggunakan istilah efek ”penjara” karena bangsa Israel (bahkan mungkin kita juga) tiba-tiba menjadi lupa bahwa Allah sejauh dan selama ini sudah setia dan memberi bukti nyata untuk membebaskan, menolong, dan memelihara hidup mereka. Bangsa Israel lupa bersyukur menghitung berkat Tuhan dan lupa memohon kepada Tuhan untuk apa yang dibutuhkan.
Di atas kita berbicara tentang kebutuhan air nyata. Lantas bagaimana kita bisa memahami maksud Yesus tentang ”air hidup” dalam Yohanes 4:5-26? Tentu kita tidak bisa memahaminya secara harafiah metafora yang dikisahkan Yesus tersebut. Namun, ada benang merah yang bisa kita temukan antara efek negatif pemenuhan air nyata dan ”air hidup” dalam diri manusia.
Selain merasa haus karena kekurangan air, manusia ternyata juga bisa merasakan dahaga dalam bentuk lainnya. Rasa dahaga bukan hanya timbul dalam pemenuhan kebutuhan fisik, melainkan juga kebutuhan jiwa. Ketika hati manusia mulai mengalami kekeringan maka manusia akan merasa dahaga yang luar biasa dan bisa mati. Dari mana kita bisa tahu manusia sedang mengalami dahaga dalam jiwanya? Lagi-lagi kita bisa melihatnya dari efek negatif yang muncul dari tindakan manusia. Sekali lagi, penulis hendak mengingatkan kita bisa mati karena dahaga yang tak terpenuhi di dalam jiwa. Sedemikian mengerikannya mekanisme dan dinamika jiwa manusia.
Chua Seng Lee dalam bukunya ”Menolak Kalah: Mengatasi Depresi, Menggapai Damai di Hati” menggambarkan contoh nyata ketika jiwa manusia merasa dahaga yang tak terhingga. ”Dahaga” itu akan menimbulkan depresi. Depresi adalah keadaan kekosongan jiwa, tanpa gairah dan harapan untuk hidup (baca: melakukan sesuatu, merencanakan sesuatu, bermimpi, bersosialisasi). Fakta yang mengejutkan dan mengerikan, tak pernah ada manusia yang sadar dirinya sedang ada dalam tahap depresi. Manusia baru menyadarinya jika tanpa sadar dia sesungguhnya sudah melewati masa depresi karena tanpa sadar dahaga dalam jiwa sudah terpenuhi (minimal meminum sedikit ”air hidup”). Jika depresi itu menjadi akut dan jiwa manusia tetap tak terpuaskan maka manusia akan memilih untuk bunuh diri. Bukan hanya jiwa yang mati, tetapi juga raga akan mati.
Sebenarnya penulis memiliki banyak hal dan cerita yang hendak dibagikan menyangkut masalah dahaga jiwa ini. Berhubung halaman yang tak banyak untuk menuturkan kata, penulis hendak mengajak kita untuk lebih meluangkan waktu dan diri untuk menghadap Tuhan dan belajar dari Yesus Sang Air Hidup itu. Teknisnya, lebih sering melakukan refleksi iman, pemahaman Alkitab (bukan hanya membaca tetapi yang terpenting memaknai!) dan berdoa. (YTP)
Image courtesy of watcharakun at FreeDigitalPhotos.net