Iman yang Membalas Keselamatan dari Tuhan
Oleh : Pdt. Evangeline Pua
Tanggal Posting : 03 May 2014
Sepulang sekolah, seorang teman menegur puteri kami di lahan parkir, “Emilie, donat kamu ketinggalan. Belum diambil.” Emilie sekedar mengangguk dan mengucapkan terima kasih.
“Ayo, diambil dulu?” tanya saya.
“Engga, Ma! Buat cleaning service aja. Lagipula aku ga suka donat. Manis!”
“Lho, donat Oma Bubu, bagaimana?”
“Itu aku suka!” Jawabnya tersenyum.
Rupanya kebiasaan keluarga kami melekat kepadanya. Kalau ada kesempatan berbagi, berikanlah bagian sendiri. Lalu, makanan rumahan jauh lebih sehat dan enak. Bahan-bahannya lebih terkontrol. (Donat yang dibagikan di sekolah adalah buatan sebuah industri. Mereknya cukup terkenal di kota-kota kita bahkan mungkin mendunia).
Pengalaman itu memberikan gagasan bahwa apa yang kita biasakan sesering mungkin mampu berefek pada lingkungan terdekat. Orangtua terhadap anak,kawan terhadap kelompoknya bermain. Kehidupan beriman pun cenderung demikian. Ia tidak tumbuh sendirian. Ia memerlukan persekutuan. Memang ada kondisi dimana lingkungan menekan, iman justru tumbuh signifikan.
Jelas di dalam meresponi keselamatan yang datangnya dari Tuhan, iman merespon dengan kuat. Keselamatan itu terjadi bukan karena kehendak manusia melainkan sebagai pemberian Allah. Anugerah semata. Tindakan Petrus menarik disimak. Ia melanjutkan karya Kristus di dalam dunia. Ia menghayati pengajaran Yesus dengan meneruskan kabar baik itu seluas-luasnya.
Sekian lamanya berjalan dengan Yesus, membuat Petrus sadar bahwa kini ia dipanggil untuk semakin berbuat nyata sebagai tanda kasihnya kepada Tuhan. Pendengar khotbah Petrus pun meresponinya dengan memberikan dirinya bertobat dan menerima tanda percaya berupa baptisan (KisaH Para Rasul 2:41).
Inilah salah satu keindahan mengikut Tuhan. Berita Yesus itu Bangkit tidak berhenti sampai pada peristiwa kubur kosong lalu Ia menampakkan Diri-Nya kepada para murid. Kabar kesukaan itu terus menggema dan mewujud. Diberitakan. Didengarkan. Ditanggapi. Dipertanyakan. Dibaptiskan. Gereja mula-mula terus menghidupkan kesaksian bahwa mereka melihat Tuhan.
Oleh sebab itu, biarlah ibadah kita di ruang kebaktian hari ini semakin menggugah kita untuk bertindak nyata di mana saja. Jangan mengecap nikmat sebatas di lidah. Tidak sekedar menggerutu apalagi memaki. Bukan hanya memuji atau mengangguk-angguk. Namun bangkitlah, berjalanlah. Sadari bahwa pimpinan Tuhan nyata. Saksikan kepada segala makhluk semua tanda damai sejahtera di mana saja. Selamat Paskah. (EP)
Image courtesy of Stuart Miles at FreeDigitalPhotos.net