Tuhan Memampukan Umat-Nya Mengatasi Rivalitas
Oleh : Heru Prasadja
Tanggal Posting : 13 July 2014
Hanya ada dua pasang calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang harus dipilih pada pemilihan umum untuk memilih presiden (pilpres), hari Rabu, 9 Juli 2014. Kondisi ini, di satu sisi memudahkan pemilih untuk menetapkan pilihannya. Pemilih tinggal menetapkan satu pilihan dari dua pilihan yang ada. Di sisi lain, pilpres, yang hanya dua pilihan tersebut membuat bangsa ini seperti terbelah. Kondisi terakhir ini, memunculkan rivalitas yang tajam dari kedua kubu pasangan capres dan cawapres. Rivalitas atau persaingan yang tajam tersebut juga terasa di hampir setiap lapisan masyakarat, seperti dalam keluarga, dalam bertetangga, dalam lingkungan pekerjaan, bahkan dalam kehidupan umat atau jemaat.
Dalam setiap rivalitas atau persaingan, ada kecenderungan masing-masing pihak yang bersaing akan berusaha menonjolkan keunggulan pihaknya dan mengemukakan kekurangan pihak lain. Akibatnya, akan terjadi pembedaan atau diferensiasi yang tajam antara kedua belah yang bersaing. Jika upaya mencari pembedaan tersebut lebih ditekankan pada sisi keunggulan masing-masing pihak mungkin masih terasa sisi positif dari suatu persaingan. Sebaliknya, jika pembedaan tersebut lebih ditekankan pada sisi kelemahan pihak lain, maka akan terasa sisi negatif yakni mencari kekurangan lawan. Sisi negatif persaingan semakin terasa jika upaya mencari kelemahan pihak lawan dilakukan dengan cara tanpa bukti sehingga menjurus kepada fitnah atau kampanye hitam.
Kejadian 25: 19-34 memuat kisah awal rivalitas antara Esau dengan Yakub, dua anak kembar dari Ribka dan Ishak. Pembedaan bahwa Esau pandai berburu, tetapi Yakub adalah seorang yang tenang (ayat 27) sudah dimulai dari sisi keunggulan masing-masing. Persaingan menjalar kepada orangtuanya, Ishak sayang kepada Esau, tetapi Ribka kasih kepada Yakub (ayat 28). Kisah tersebut berlanjut kepada persaingan yang mengarah kepada saling melukai bagi kedua belah pihak. Minimal, kita melihat ada kejadian penjualan hak kesulungan; persekongkolan Ribka dan Yakub untuk memperoleh berkat Ishak (Kejadian 27); Esau mendendam kepada Yakub (Kejadian 27: 41); Yakub melarikan diri agar kemarahan kakaknya, Esau, reda.
Bila luka sudah menganga di hati manusia, seringkali sangat sulit untuk menyembuhkannya. Dalam diri Yakub, diperlukan proses pertobatan melalui pergumulan dengan “seorang laki-laki” yang adalah Allah (Kejadian 32: 22-32) untuk menyembuhkan luka-luka pada dirinya, bahkan harus berganti nama Israel. Selanjutnya, Allah menganugerahi Yakub untuk bertemu dengan Esau sang kakak dan terjadilah rekonsiliasi di antara mereka (Kejadian 33).
Upaya menyelesaikan rivalitas memerlukan kekuatan khusus dari Tuhan. Yakub harus bergumul dengan Allah. Ia juga dianugerahi kesempatan untuk berbaik kembali dengan Esau. Hal yang sama dilakukan oleh pemazmur untuk mengandalkan “Firman Tuhan sebagai pelita kakiku dan terang bagi jalanku” (Mazmur 119: 105). Lebih lanjut, pemazmur mengajak kita untuk “mencondongkan hati kepada ketetapan-ketetapan-Mu, untuk selama-lamanya, sampai saat terakhir” ( Mazmur 119: 112). Semoga rivalitas yang menajam di saat pilpres, segera mencair sehingga damai sejahtera kembali dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Tuhan Bapa, Tuhan Yesus Kristus dan Roh Kudus memberkati bangsa Indonesia. Amin. (HRP)